Blogger Template by Blogcrowds.

Menjelang Valentine lalu, aku mengadakan giveaway di blog satunya dengan hadiah novel chicklit Confessions of A Call Center Gal karya Lisa Lim.


Selama 2 minggu, terkumpul 23 jawaban yang—jujur saja—keren-keren sehingga membuatku kebingungan untuk menentukan seorang pemenang. Setelah bolak-balik membaca jawabab mereka, akhirnya dengan berat hati (karena sebenarnya ada 4 jawaban yang aku suka), aku harus memilih SATU yang terbaik. Dan the novel goes to….


Dari pertanyaan yang aku ajukan:
Setelah membaca review itu, apakah kamu tertarik untuk membaca buku tsb? Sebutkan alasannya!

Inilah jawaban yang diberikan Angela, dan membuatnya menjadi pemenang:

Apakah aku tertarik membaca buku ini? Tentu saja tertarik. Kenapa?

Pertama, dari covernya aja udah menarik, ngeliatnya adem, dan mulai bisa menggambarkan bakal seperti apa gaya Maddy dan Kars kalau di kantor. Jadi menurutku itu poin plus dari novel ini.

Kedua, aku udah lama banget gak baca chicklit, jadi penasaran dengan cerita apa yang disuguhkan kali ini. Seperti kata Mbak Fanda, kualitas chicklit agak menurun. Tapi dengan membaca review ini, aku mulai tertarik untuk mengetahui dunia layanan Call Center.

Ketiga, menambah pengetahuan mengenai dunia Call Center. Pastinya bakal diceritain donk susah senengnya seperti apa. Membaca itu bisa membuat kita lebih menghargai orang lain. Dengan mengetahui susah senengnya seorang Call Center, pembaca bisa mengerti pekerjaan mereka seperti apa. Gak memandang remeh pekerjaan seorang Call Center.

Keempat, karakternyaaaa... Kyaaa... Kayaknya bakal jatuh cinta deh ama Mika =) Trus ada Truong yang homo, biasanya kalo ada karakter seperti ini ada kejadian kocak (#sotoy) yang meramaikan isi cerita.

Kelima, buku ini pas untuk menemani hari-hariku di penghujung bulan Februari atau awal Maretku =P Semoga buku ini bisa menutup bulan Februari atau mengawali bulan Maret dengan manis ^^


Congratz yaa buat Angela, semoga semua penasaranmu terobati dengan membaca novel ini. Jangan lupa di-review juga lho!

Jujur saja, waktu menerima tawaran untuk menyunting novel bergenre chicklit, aku agak bimbang. Akan mampukah aku mengerjakannya, mengingat aku nyaris "alergi" terhadap genre ini. Sebenarnya aku bukannya asing sama sekali pada chicklit, Confession of Shopaholic karya Sophie Kinsella kulahap dengan antusias saat awal-awal terbit. Genre ini menawarkan sesuatu yang lain, ringan, lucu, dan kadang membuatku mampu menertawakan kedangkalan perempuan metropolitan yang cenderung hedonis. Namun, karena kemudian begitu meruahnya genre ini memenuhi ranah perbukuan kita, aku pun dilanda kebosanan, dan akhirnya malah "alergi" pada chicklit. Terutama karena--menurutku--kualitas chicklit makin lama makin menyedihkan (peace deh untuk para penggemar chicklit..).

Kembali pada pengalamanku ketika ditawari untuk menyunting chicklit yang berjudul Confessions of A Call Center Gal. Eh, jangan-jangan isinya kayak Shopaholic-nya Sophie Kinsella, kok ada Confessions-nya, begitu pikirku waktu itu. Dan, betapa salahnya aku. Ketika naskah itu akhirnya kukuliti, perlahan aku dapat merasakan sesuatu yang berbeda. Ini dia chicklit yang kutunggu-tunggu selama ini. Sesuatu yang ringan, lucunya natural, dan yang terpenting tidak "dangkal". Yuk kubedah sedikit isi novel ini...

Madison Lee aka Maddy sedang galau. Ia baru lulus kuliah dan mendambakan pekerjaan di media cetak bergengsi. Namun apa daya, panggilan wawancara tak kunjung tiba. Yang ada malah penolakan. Lalu datanglah panggilan telepon dari sahabatnya, Karsynn aka Kars, yang menawarkan pekerjaan di tempat ibunya bekerja, sebagai gadis call center di perusahaan operator penyedia jasa telpon genggam.

Singkat kata, setelah melalui proses wawancara, Maddy dan Kars diterima di Lightning Speed, nama perusahaan operator itu. Kemudian dimulailah rangkaian perkenalan, pelatihan hingga ke pekerjaan yang sesungguhnya. Sungguh, aku tak pernah membayangkan harus bekerja dengan duduk dan berbicara terus-menerus selama 8 jam sehari. Uff! Dan di antara segala tantangan pekerjaan itu--dimaki-maki pelanggan, atasan sadis, tekanan peraturan--Maddy dan Kars pun mulai menjalin persahabatan dan...percintaan. Lalu muncullah tokoh-tokoh lain mewarnai chicklit ini. Ada Mika si cowok Belgia tampan--setampan Dewa Yunani!-- yang diincar Maddy, ada Truong--tetangga homo Maddy di kubikel sebelah yang suka pakai scarf Hermes, juga si cewek Bulgaria dengan penampilan bak model Victoria's Secret yang naksir Mika: Ingeborg. Oh..pokoknya mereka semua membuat kisah chicklit ini menjadi lebih hidup dan mampu menggambarkan suasana kerja yang nyaris sesungguhnya (mungkin karena Lisa Lim menuliskannya dari pengalaman pribadi dia).

Yang paling aku suka, Maddy dan Mika dua-duanya suka baca buku! Yap, kencan pertama mereka di perpustakaan (romantis gak sih punya cowok yang bisa diajak diskusi tentang buku?). Dan yang makin bikin aku excited, bacaan Maddy nyaris sama denganku. Sebut saja buku-buku Agatha Christie, Enid Blyton, Nancy Drew, Anne of Green Gables. Dia bahkan penyuka buku klasik juga: Jane Austen, Emily & Charlotte Bronte. Selain itu, pendirian Maddy terhadap membaca sama denganku. Kami sama-sama lebih suka baca koran daripada situs berita. Selain itu, pria idaman kita sama: Pierce Brosnan!... Di luar kesamaan minat, aku juga suka pribadi Maddy yang setia, berpendirian dan punya rasa kemanusiaan tinggi.

Membaca Confessions of A Call Center Gal ini sungguh membuatku sering ngakak sendiri. Lucunya lucu cerdas. Namun sekaligus anda juga menemukan nilai-nilai moral yang bisa anda renungkan. Pastinya anda pernah menelpon ke sebuah call center kan (atau malah anda bekerja di call center)? Atau bayangkan saja ketika anda menelpon ke customer service di operator seluler atau bank. Begitulah aku membayangkan kira-kira pekerjaan Maddy dan Kars, hanya saja tambahkan beban kerjanya dua atau mungkin tiga kali lipat. Selama ini kita tak begitu memperhatikan keberadaan mereka, bahkan mengacuhkan mereka. Apalagi karena biasanya kita menelpon call center saat kita punya masalah. Dan saat ada masalah, emosi kita cepat naik. Mendengar suara kalem si operator yang menanyakan hal-hal standar, rasanya pengen teriak saja, woii...aku ini lagi ada masalah, urgent nih, cepetan dong!

Sekarang bayangkan bagaimana posisi anda sendiri bila berada di tempat si operator. Bukan salah anda kan kalau telepon genggam anda tahu-tahu tak bisa dipakai menelpon? Tapi anda dimaki-maki dengan tidak manusiawi, bahkan dihina. Kalau itu terjadi di luar pekerjaan, tentu anda akan naik pitam dan balas teriak-teriak. Tapi ini masalah pekerjaan. Pekerjaan melayani. Anda tak bisa membentak-bentak pelanggan, melainkan tetap tenang sambil berusaha memberikan solusi. Sungguh! Setelah membaca buku ini aku baru menyadari betapa tinggi tingkat stress para pekerja di perusahaan operator.

Melalui Confessions of A Call Center Girl, Lisa Lim ingin mengajak kita untuk lebih menaruh simpati pada para pekerja call center. Lebih dari itu, jangan lah kita menganggap enteng suatu pekerjaan. Tak ada pekerjaan yang "rendah" asalkan kita melakukannya dengan jujur dan sesuai moral. Itulah yang kira-kira akan anda dapat di chicklit ini. Aku suka dengan gaya Lisa Lim bertutur yang natural, romance-nya tidak cengeng, meski kita mungkin agak tak terbiasa dengan budaya Amerika yang blak-blakan. Endingnya pun menyentuh, dan secara tak sadar aku pun ikut terharu ketika Maddy harus meninggalkan tempat kerjanya. Rupanya selama membaca dan menyunting kisah Maddy dkk di Lightning Speed, aku sudah merasa dekat dengan mereka semua, keseharian mereka seolah menjadi keseharianku juga.

Yang terakhir...aku bersemangat banget menunggu terbitnya buku ini, karena ini adalah novel pertama yang pernah kusunting. Terima kasih pada penerbit Gradien Mediatama yang telah memberiku kesempatan ini. Buat kalian yang suka membaca chicklit atau kisah romance, jangan melewatkan buku ini ya, yang baru terbit Januari 2012 dan saat ini sudah ada di toko-toko buku! *pesan sponsor :D*.

Sebuah ide yang bagus, ketika pengarang memberikan bantuan pada kita untuk berimajinasi ketika membaca bukunya. Seperti Lisa Lim yang menulis novel chicklit Confessions of a Call Center Gal ini. Ia membuatkan semacam book trailer yang berisi dream cast versi-nya sendri untuk tokoh-tokoh di bukunya.

Bagi yang sedang membaca, pasti sangat membantu. Bagi yang belum membaca, apalagi yang belum punya bukunya, kayaknya book trailer macam begini akan sangat menaril minat.

Nonton yuk... Versi terjemahan buku ini adalah hasil suntingan pertamaku, dan (semoga) tak lama lagi akan terbit! Yaayyy...

Bahasa Inggris Logat Cina?

Di tengah-tengah menyelesaikan job menyunting, tiba-tiba aku menemukan sesuatu di naskah yang sedang kusunting itu, yang lumayan membuatku tertawa sejenak. Semoga bisa membuatmu paling tidak sedikit tersenyum di tengah kesibukan.

Ini adalah bahasa Inggris yang diucapkan dengan logat Cina. Atau bahasa Mandarin bermakna Inggris? Sesukamulah! Coba melafalkannya pake gaya Jackie Chan ya, biar makin lucu. Selamat tertawa!

1) Ada yang tidak beres – Sum Ting Wong
2) Datanglah sekarang juga – Kum Hia Nao
3) Kuda kecil – Tai Ni Po Ni
4) Apa kau pergi ke pantai? – Wai Yu So Tan
5) Aku rasa kau harus operasi wajah – Chin Tu Fat
6) Di sini gelap sekali – Wao So Dim
7) Di sini area dilarang parkir – No Pah King
8) Pertemuan kita dijadwalkan untuk minggu depan – Wai Yu Kum Nao
9) Dia sedang membersihkan mobilnya – Wa Shing Ka
10) Hebat – Su Pah
11) Di mana kamar kecilnya? – Ai Pe Nau
12) Aku setuju sekali – No Daut
13) Yesus kecil – Ho Li Boi
14) Keluarkan uangmu! – Pei Nau
15) Numpang kendaraan – Hit Hai King

Semua Berawal Dari Buku….

Nampaknya aku memang klop dengan buku. Ataukah memang aku tercipta sebagai pecinta berat buku? Yang jelas, buku telah menemaniku hampir sepanjang hidupku. Semasa kecil, saat aku belum bisa berdiri, buku telah hadir di sekelilingku tiap hari. Ya, orangtuaku memiliki rental buku, sehingga tiap sore aku selalu berada di antara buku dan dikelilingi para penyuka buku yang sesekali menggodaku. Sungguh, aku bahkan jadi maskot di rental buku itu!

Saat aku di TK, mamaku dengan setia membacakan cerita dari buku. Dongeng-dongeng HC Andersen, komik Donald Duck, buku-buku ilmu pengetahuan telah kulahap bahkan sebelum aku mengenal abjad. Saat aku sekolah, toko buku menjadi tempat yang familier bagiku. Cergam Tintin, buku ilmu pengetahuan Pustaka Dasar, buku anak-anak Enid Blyton, menjadi kawan dan koleksi pertamaku. Menginjak SMP dan SMA mulailah novel menjadi obsesiku, bahkan hingga sekarang.

Membuat blog buku adalah satu tahap berikutnya setelah menikmati membaca buku. Lalu membuka rental buku menyusul. Dilanjutkan dengan memiliki toko buku online. Sampai di sini kecintaanku terhadap buku makin mengental. Dan semakin banyak jenis maupun jumlah buku yang kubaca dan kugeluti, makin bertambah pula kemampuanku untuk menuangkannya dalam resensi-resensi yang kutulis. Kata seorang rekan blogger yang wartawan, gaya menulisku makin meningkat setahun belakangan ini. Entahlah, mungkin saja begitu. Kuyakin, itu ada hubungannya juga dengan keikutsertaanku pada Blogger Buku Indonesia, sebuah grup indie yang berisikan para kutubuku yang senang berbagi pengalaman membaca buku.

Salah satu kegiatan kami adalah membaca buku bersama, dan menulis resensinya untuk diposting di blog buku masing-masing. Yah…namanya juga Blogger Buku! Dan kegiatan itu rupanya turut serta membakar semangatku untuk lebih banyak lagi dan lagi membaca serta menulis resensi buku. Dan rupanya pergelutanku dengan buku tak akan berhenti hingga di situ saja. Selama ini aku rajin memposting juga resensi yang telah terbit di blogku, menjadi notes di Facebook. Kupikir, tak semua orang bisa mengakses blogku, jadi mengapa tak kumanfaatkan saja 500 lebih orang yang (katanya) temanku atau ingin menjadi temanku dan pernah meng-add aku di situs pertemanan itu. Lebih enak bukan, bisa berbagi tentang buku dengan lebih banyak orang?

Akhirnya banyak juga yang berkomentar, mengacungkan jempol untuk resensi-resensiku. Tapi kalau sekarang kupikir-pikir lagi….mungkin masih banyak pula teman (atau penggemar? Terserahlah..) yang ikut membaca resensi-resensiku walau tanpa suara, alias tak berkomentar, alias pembaca dari jauh.

Hampir seminggu yang lalu, tiba-tiba sebuah e-mail datang dari teman lamaku, waktu kami kursus Bahasa Prancis bersama sekitar 15-20 tahun lalu. Seperti yang dapat kauduga, aku bertemu dengannya kembali di belantara Facebook. Meski kami hanya sesekali bertegur sapa, namun mungkin saja ia banyak membaca resensi-resensiku. Bagaimana pun, e-mail itu datang bagai petir di siang bolong!

Fanda,
kamu mau tah jadi editor untuk novel-novel terjemahan?

Meski aku selalu penasaran (dan ada keinginan samar dalam hati) untuk menjadi editor, tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa suatu hari aku akan mendapat tawaran menjadi editor. Bagaimana mungkin? Aku masih bekerja full time sebagai sekretaris di sebuah perusahaan. Tapi itulah mungkin yang bernama “Rencana Tuhan”. Entah mengapa, entah bagaimana, sang kawan yang kenal dengan sebuah penerbit, melemparkan tawaran itu kepadaku.

Singkat kata, gayung bersambut, aku pun akhirnya menerima tawaran itu, meski tanpa latar belakang yang sesuai dan tanpa pengalaman sama sekali. Terima kasih Tuhan, Bapak yang baik hati dari penerbit itu juga telaten meladeni pertanyaan-pertanyaan naïfku yang jelas-jelas menunjukkan kosongnya pengalamanku. Bagaimana beliau bisa memberikan kepercayaan padaku, itu tetap tanda tanya bagiku. Yang jelas, saat mengirimkan naskah novel pertama yang ia berikan padaku untuk di-edit, ia menyertakan ucapan ini juga:

"Selamat menikmati pelayaran pertama untuk mengarungi lautan buku terjemahan."

Oh…bahagianya aku… Dan sekarang, aku bisa mengatakan pada dunia:

I’m a freelance editor!

Yayyy…Dan inilah posting pertamaku di blog yang kudedikasikan untuk semua yang berhubungan dengan karir editingku. Kalau Tuhan berkenan, semoga aku bisa menekuni karir ini. Semoga!!

--Fanda—
Freelance Editor (maaf ya…masih kemaruk. Masih gak percaya juga bagaimana ini bisa terjadi!)